Selasa, 26 Agustus 2014

puisi khairil anwar "Aku" dll



AKU

Kalau sampai waktuku
ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
jua dan bisa kubawa berlari
Berlari Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


SIA-SIA

Penghabisan kali itu kau datang
membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih :
darah dan suci
Kau tebarkan di depanku
serta pandang yang memastikan : Untukmu.
SeSudah itu kita sama termanggu
Saling bertanya : Apakah ini ?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama.
Tak hampir-menghampiri.

Ah !
Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.


SENDIRI

Hidup tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia mencekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Dalamketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu ?
Ah! Lemah lesu ia tersedu :Ibu ! Ibu!


SUARA MALAM

Dunia badai dengan topan
Manusia mengingatkan “Kebakaran di Hutan”
Jadi ke mana?
Untuk damai dan reda?
Mati.
Barang kali ini diam kaku saja
Dengan ketengan selama bersatu
Mengatasi suka dan duka
Kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada
dan sekali akan menghadap cahaya.
Ya Allah! Badanku terbakar – segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.


HUKUM

Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jernih memikul. Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya – Lesu
Pucat mukanya – Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pelik di angkasa : Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!


TAMAN

Taman punya kita berdua
Tak lebar luas, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya.
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
Halus lebut dipijak kaki.
Bagi kita bukan halangan.
Karena
Dalam taman punya berdua
Kau kembang, aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang.
Kecil, penuh surya taman kita
Tempat merenggut dari dunia dan usia

 LAGU BIASA

Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudera jiwa sudam selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan “Carmen” pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai “Ave Maria”
Kuseret ia kesana….

 PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk!
Tantang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.


KESABARAN

Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suaru bertalu-talu
Disebelahnya api dan abu

Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi

Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba

 NISAN

> untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah dengan kata2 yang baik dan sopan

About Me

Popular Posts

Designed By Seo Blogger Templates Published.. Blogger Templates